Metode-metode pembelajaran musik
Menurut
Mason yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi, pendidikan
musik di sekolah bukan untuk menciptakan musisi-musisi profesional namun
untuk mengembangkan musikalitas siswa yang dilakukan secara bertahap
sesuai dengan perkembangan usia siswa. Pendidikan musik di tingkat dasar
sebaiknya melibatkan pengalaman-pengalaman konkret yang dilakukan siswa
secara mandiri sebelum menghadirkan teori-teori (prinsip praktek
sebelum teori). Pengalaman-pengalaman tersebut sebaiknya melibatkan
hal-hal yang disukai dan sesuai dengan perkembangan psikologis siswa.
Pandangan
Dalcroze terhadap pendidikan musik adalah mengenai tiga hal yang harus
dihadirkan dalam mengajar, yaitu: Eurhythmic, Improvisasi dan Solfege.
Dalam Eurhythmic, siswa dapat mengembangkan kemampuan mereka dengan
menyeimbangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dengan gerak tubuh
secara cepat dan tepat. Dalam latihan Eurhythmic, Dalcroze melibatkan
improvisasi musik dan gerak tubuh. Teknik Solfege yang ia terapkan
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan siswa agar dapat menyanyi dengan
pitch yang tepat, meningkatkan kepekaan pendengaran dan melatih
konsentrasi dan ingatan siswa.
Dalam
proses pembelajaran, Kodaly menggunakan tahap-tahap praktis seperti:
penggunaan tonik solfa, rhythm syllables dan hand sign atau hand
singing, yang merupakan perpaduan teknik-teknik praktis yang telah
dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan musik lainnya secara terpisah.
Pendidikan musik di sekolah sebaiknya dapat mengembangkan keterampilan
para siswa dalam menguasai bahasa musik yang dimulai sejak usia dini,
aktivitas menyanyi dengan menggunakan lagu-lagu tradisional yang dikenal
siswa, dan melibatkan musik dalam pelajaran-pelajaran lain.
Menurut
Orff pendidikan musik harus melibatkan improvisasi dan kreasi dalam
proses pembelajaran dengan memfokuskan pada penggunaan bunyi-bunyi yang
dihasilkan oleh tubuh dan pola-pola ritmik. Sama halnya dengan
tokoh-tokoh musik lainnya, Orff menekankan pula bahwa pendidikan musik
harus mendahulukan praktek atau pengalaman konkret sebelum teori. Dalam
buku ‘Orff Schulwerk’ yang ia ciptakan bersama Keetman, Orff melibatkan
dua aktivitas: pengembangan (expl)
Pengajaran musik di sekolah
Sesuai
dengan tujuan kurikulum pendidikan kesenian di SMP dan SMU tahun 1994
maka pembelajaran musik di sekolah sebaiknya melibatkan
aktivitas-aktivitas menyanyi, memainkan instrumen, melatih kepekaan
telinga (ear training), improvisasi dan berkreasi. Kegiatan tersebut
ditujukan untuk mengembangkan fungsi jiwa, perkembangan pribadi dengan
memperhatikan lingkungan sosial budaya peserta didik di sekolah dan
dapat dilakukan di tingkat pendidikan SMP maupun SMU sesuai dengan
tingkat kemampuan berpikir serta perkembangan mental dan fisik siswa.
Dalam
proses pembelajaran, Gordon menyarankan teknik audiation yaitu teknik
yang memotivasi siswa untuk belajar dengan cara mendengar sekaligus
mamahami materi pengajaran yang disampaikan. Teknik ini dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan dan pemahaman serta sensitivitas siswa
terhadap melodi, interval, ritme dan birama, tonalitas dan ‘rasa’
harmoni yang merupakan dasar pengetahuan mereka untuk dapat
berimprovisasi dan berkreasi secara kreatif sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam kurikulum di SMP dan SMU tahun 1994.
Peranan
guru dalam pembelajaran musik sebaiknya tidak mendominasi proses
pembelajaran di kelas. Guru diharapkan untuk menjadi fasilitator yang
dapat memotivasi pengembangan musikalitas siswa, misalnya dengan
memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan
bermain musik sebanyak-banyaknya, membiarkan siswa bekerja dalam
kelompok kecil, membiarkan siswa bekerja dengan ide-ide mereka dan
mengalami yang telah mereka miliki, memberikan batas-batas materi
pembelajaran yang jelas, meningkatkan rasa ingin tahu dan pemahaman
mereka tentang pelajaran musik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Selain
aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas, guru juga
dapat memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan di luar kelas, seperti
mengadakan kerjasama dengan seniman-seniman tradisional untuk melakukan
pertunjukan seni atau diskusi. Melalui kegiatan ini, siswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang kesenian tradisional
yang diharapkan dapat menambah perbendaharaan pemahaman mereka dalam
melakukan aktivitas-aktivitas dalam pembelajaran musik secara
menyeluruh.
Desain pembelajaran seni musik
Desain
pembelajaran I menjelaskan salah satu aktivitas yang dapat dilakukan
dalam proses pembelajaran musik di tingkat SMP sesuai dengan kurikulum
pendidikan kesenian/seni musik. tahun 1994 yang ditujukan “agar siswa
mampu berkreasi bermain musik ansambel” (Kelas II Cawu 2), dan dapat
mengembangkan kreasi musik sederhana dan memainkannya secara kebmpok.
Aktivitas yang dilakukan dalam desain
pembelajaran
I ini berhubungan pula dengan tujuan pembelajaran musik di kelas III
yang bertujuan agar “siswa mampu mempersiapkan pergelaran musik (Cawu
2), khususnya dalam memainkan karya pribadi. Desain pembelajaran ini
menggunakan gabungan dari beberapa metode pendidikan musik yang telah
diuraikan dalam Kegialan Belajar 1 dan 2. Metode-metode yang digunakan
antara lain: ‘prinsip praktek sebelum teori’ atau ‘bunyi sebelum simbol’
(Mason), Dalcroze Eurhythmic yang melibatkan perkembangan unsur mental
dan emosi, fisik dan musikalitas para siswa didik, penguasaan ‘bahasa
musik’ (musical literacy) (Kodaly dan Orff), dan aktivitas belajar dalam
kelompok ansambel (Orff).
Dalam
desain pembelajaran II, metode-metode yang digunakan sama dengan yang
digunakan dalam desain I namun ditambahkan dengan pengetahuan dan
sensitivitas para siswa terhadap lingkungan sosial budaya di sekitar
mereka. Hal ini bertujuan agar kecintaan siswa terhadap kesenian
tradisional mereka dapat meningkat dan dapat melestarikannya sebagai
identitas budaya bangsa di masa mendatang. Dalam desain II ini digunakan
pula prinsip pengajaran dari Orff yaitu: pengembangan bunyi dan bentuk;
penerapan prinsip imitasi ke tahap kreasi dengan cara mengamati,
mengimitasi, bereksperimen dan berkreasi serta meningkatkan kemampuan
individu untuk dapat bekerjasama dalam asambel.
sumber : http://ustadsfahrur.wordpress.com/2009/01/09/49/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar